KONAWE - Kasus dugaan korupsi pembangunan keramba beton senilai Rp2, 4 miliar di Pulau Saponda, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, menemui babak baru. Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe secara resmi menahan Boy Ihwansyah, mantan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM) Provinsi Sulawesi Tenggara. Penahanan ini dilakukan setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka atas proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2021.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Konawe, Aswar, membenarkan penahanan Boy Ihwansyah yang dilakukan pada Selasa, 9 Desember 2025. Sebelumnya, Ihwansyah telah ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu, 19 November 2025, bersama satu tersangka lainnya berinisial LA yang berperan sebagai pelaksana pekerjaan. Ihwansyah sendiri menjabat sebagai pengguna anggaran sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek bernilai fantastis tersebut.
Penahanan ini didasarkan pada Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-05/P.3.14/Fd.2/12/2025. Menurut ketentuan yang berlaku, Boy Ihwansyah akan menjalani masa penahanan selama 20 hari, terhitung hingga 28 Desember 2025, demi kelancaran proses penyidikan lebih lanjut. "Keduanya diduga terlibat dalam penyimpangan proyek yang bersumber dari DAK (dana alokasi khusus) APBD Provinsi Sulawesi Tenggara tahun Anggaran 2021, " ungkap Aswar.
Dana APBD sebesar Rp2, 4 miliar telah digelontorkan untuk pembangunan keramba beton tersebut dengan tenggat waktu pengerjaan selama 90 hari kalender. Proyek ini seharusnya berjalan mulai dari 17 September hingga 15 Desember 2021. Namun, ironisnya, hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan keramba tersebut dilaporkan tidak kunjung selesai. Lebih parah lagi, ditemukan bahwa spesifikasi pembangunan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan rencana awal.
|
Baca juga:
Praperadilan Nadiem Makarim Ditolak!
|
Salah satu temuan krusial dalam audit investigasi adalah penyimpangan dalam metode pemasangan tiang keramba. Alih-alih menggunakan teknologi yang seharusnya, yaitu dengan metode hidraulik hammer menggunakan kapal ponton, para tersangka justru dilaporkan menggunakan alat manual berbasis tumbukan. "Seharusnya pekerjaan menggunakan teknologi hidraulik hammer dengan kapal ponton. Akan tetapi pada praktiknya para tersangka menggunakan alat manual berbasis tumbukan, sehingga konstruksi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, " jelas Aswar dengan nada prihatin.
Perbuatan para tersangka ini, menurut Kejari Konawe, telah menimbulkan kerugian negara yang signifikan. Keduanya kini dijerat dengan pasal berlapis. Sebagai pasal primair, mereka diancam dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara itu, sebagai pasal subsider, mereka dijerat Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (PERS)

Updates.